Rabu, 21 Februari 2018

Berbagi 1 (Aina)

Aina

"Ya Rabb.. mohon kuatkan hatiku, ikhlaskan, ridhokan. Laa hawla wa laa quwwata illabillaah". Dilipatnya sajadah dan mukena yang masih basah dengan air mata. Seperti biasa, setiap qiyamullail tak pernah bisa ku membendung air yang selalu mengucur deras dari kedua mata ku.

"Bang, bangun.. ayo sholat malam, adek ke kamar Dek Dinda dulu, sepertinya jagoan kita udah bangun".
"Iya Dek, sana ke kamar Dinda .Abang sholat dulu, nanti Abang susul."

Dinda, ibu dari jagoan kami, anak suamiku. Ya, dia adik madu ku. Keadaan hari ini tak pernah ku impikan dulu, di masa muda ku, masa awal merajut kasih bersama Bang Fatih.
Seandainya kecelakaan itu tak terjadi, takkan pernah sudi aku berbagi cinta Bang Fatih dengan wanita lain. Surga yang tak di rindukan.

Astaghfirullah.. kembali aku istighfar untuk kesekian kalinya sejak hendak sholat tadi. Hampir 4 tahun aku merasakan sesak, masih belum ikhlas walau si Dinda adalah wanita baik dan cukup nerimo apa lagi saat kadang aku ngerusuh "jatah"nya bersama Bang Fatih. Tapi sayangku pada Attar tak perlu ditanya, saat Attar sakit malah aku yang panik.

"Dek, Attar sudah bangun?" Tanya ku sembari ku ketuk pintu kamar dek Dinda yang tepat di depan kamar ku.

"Ya Mbak, ini lagi nen. Mbak Ai masuk aja ngga aku kunci". Jawab Dinda dari dalam.
"Mbak.. Ntar Dinda minta tolong kalo Mbak ke pasar aku titip pisang ijo sesisir sama buku notes ato buku diary ato apalah sekalian sama isi dan polpennya ya." Pinta Dinda sembari nyengir, menampakkan geligi yang rapih dan lesung pipitnya yang dalam.

Aahh.. wanita ini sempurna, kenapa juga dia mau jadi wanita ke-2? Dengan modal wajahnya yang di atas rata2, pria tampan lagi tajir pasti akan bertekuk lutut. Apa lagi latar belakang pekerjaan sebelumnya yang seharusnya gampang saja dia dapat suami boss muda. Dinda sang model kenamaan, memohon untuk jadi wanita ke-2 dari seorang ustadz kampung, pimpinan koperasi syari'ah yang cuma punya 4 petak sawah.

"Mbak Ai! Lah ngelamun, aku mau siap-siap sholat subuh sek Mbak, tolong temenin Attar ya". Lamunanku buyar.. duh gustiiii!!! Mikir opo neh aku?

"Iya dek, sana siap2 sholat"

"Atal mau mamam picang Nda" Attar menggelayuti lengan kanan ku.

"Iya Le, nanti Bunda beli di pasar, Attar ngga bubuk lagi? Pisangnya masih ada 1, mau mamam sekarang?"
Attar mengangguk, aku keluar untuk mengambilkan pisang di meja makan.
Sekembalinya ke kamar Dinda ku lihat Bang Fatih sudah menemani Attar, ku lihat betapa bahagianya Bang Fatih mendengarkan segala celoteh Attar. Aahh tak terasa ada bulir-bulir bening yang mengucur deras.

"Mbak Ai kok ngga masuk?" Dinda menepuk bahu ku, aku yakin dia melihat buliran air yang mengucur deras dari netraku hanya saja dia pura-pura sibuk melipat sajadah dan mukenanya. Tak sengaja juga ku lihat matanya sembab. Aahh rasanya pemandangan seperti ini sudah akrab sekali bagi kami setiap hari selama hampir 4 tahun.
Bukan kami tak bahagia, hanya saja kami saling menjaga rasa satu sama lain.

"Ini baru mau masuk, takut nginterupsi ayah anak di dalam lagi ngobrol. Hahaha" aku berusaha menutupi sesak dengan tertawa.

"Yuk ah Mbak.."

"Iya ayok masuk"

--------------------------------------------------------------

Pukul 6 pagi aku sampai rumah dari berbelanja, pasar di daerah ku cukup komplit meskipun pagi toko alat tulis di sebrang jalan sudah buka, maklum pasar induk dan kebetulan toko ATK tsb merupakan ruko.

"Mbak ngga lupa titipan ku?"

"Ngga donk Dek, nih" ku sodorkan seplastik kresek hitam berisi diary beserta pritilannya.

"Maturnuwuun nggih Mbak Ai cantik" Dinda nyengir dan berlalu membawa barang-barangnya ke kamar.

"Duitnya ntar siang ya Mbak, aku belum ambil duit di ATM" serunya dari kamar.

"Iya, gampang lah Dek" aku menyibukkan diri mempersiapkan bahan masakan.

Dinda tak pernah mau menerima uang pemberian Bang Fatih, selalu dia berikan pada ku. Dia selalu bilang Bang Fatih cukup nyukupin kebutuhan pangan dan sandangnya saja, toh dia punya usaha butik sendiri. Pernah sekali uang dari Bang Fatih yang dia berikan pada ku, ku belikan gelang emas untuknya, ekspresi kaget dan bilang ga akan dia pakai kecuali aku juga pakai yang sama persis model dan beratnya. Akhirnya aku beli gelang emas yang sama persis setelah keliling 5 toko emas ditemani Dinda. Sering aku merasa tak enak hati karena terlalu baiknya Dinda pada ku, sedangkan aku hobby ngerusuh karena cemburu.

"Mas, ayok sarapan. Udah siap ini, biar Attar aku yang nemeni sambil sarapan, Mas Fatih sama Mbak Ai selesaikan makan dulu." Seru Dinda kepada Bang Fatih dari dapur.

"Iya Dek, ini masih beresin mainan" sahut Bang Fatih

"Mbak.. ntar aku ke butiknya motoran sama Mas Fatih.. tangan ku keseleo kemarin masih nyut-nyutan."

"Ho oh. Udah siapin semuanya? Katanya ada deal gede?"

"Udah. Minta temeni Mas juga ntar jam istirahat kantornya Mas, lakik juga soale Mbak customerku kali ini, khan risih akunya."

Aku hanya tersenyum.
"Good luck ya Dek, semoga lancar."

"Aamiin.."

Setelah sarapan tinggal aku berdua bersama Attar. Aku begitu menikmati moment-moment bersama Attar. Dia anak ku,  walau kami tak ada ikatan darah.

Sabtu, 17 Februari 2018

Jdhd

Baca ya Allah ya hayyu ya qodir ya muqtadir ya qohar berulang2
Ketika kamu berada dikerumunan dan berdesakan